Sunday, January 25, 2015

Malaikat tanpa sayap

Malam itu.. Aku lupa tepatnya tanggal berapa. Aku duduk bersama papa diteras rumah.  Sudah hampir setengah jam kami duduk bersama. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami masing-masing. Tidak ada candaan khas papa yang selalu mampu membuat aku tertawa.

Wajar saja.. Beberapa waktu lalu kami baru saja mengalami perdebatan hebat. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, Aku berani membentak dan memelototi papa demi membela seseorang. Dan kalian tahu? Perasaan menyesal itu tidak pernah bisa pergi dari fikiranku. Sampai saat ini.

Perdebatan kami terjadi karena saat itu aku sedang menjalin hubungan spesial dengan seorang teman pria. Kita bisa menyebut dia danil. Dia satu gereja denganku. Dan papa tidak menyukainya. Aku merasa kesal. Papa terlalu ikut campur. Mulai dari kuliahku, melarang hobiku menulis, dan sekarang melarang aku berpacaran. Padahal saat itu usiaku sudah menginjak angka 20. Aku bukan anak kecil lagi papa...

Alasannya tidak masuk akal. Masa hanya karena dia berpakaian kurang rapih. Papa suka laki-laki yang berpakaian rapih. Berpenampilan sopan. Pergi kegereja dengan kemeja, celana bahan, dan sepatu pantofel. Buatku itu sangat kaku. Papa benar-benar tidak menyukainya. Kami berdebat, aku berkata kasar padanya.

"Kaka ga mau diatur-atur kaya anak kecil! Lebih baik papa menjauh deh! Aku sudah dewasa, bukan anak-anak lagi. Jadi berhenti ikut campur urusan kaka!"

Papa diam, hening, tidak berkata apa-apa kemudian masuk kekamar meninggalkan aku. Aku tidak perduli sama sekali. Aku malah pergi dengan danil. Sama sekali tidak memperdulikan perasaan papa. Tepatnya, berpura-pura tidak perduli..

Kami sama sekali tidak bertegur sapa. Mama berusaha membujukku untuk meminta maaf, tapi aku tidak mau. Aku masih merasa kesal. Sampai akhirnya suatu ketika saat aku bermain dengan teman-temanku yang kebetulan juga teman-teman danil. Tanpa aku duga danil datang bersama seorang perempuan. Dan yang lebih sakitnya, dia mengenalkan perempuan itu sebagai pacar barunya. 

Kami memang sempat bertengkar, aku merasa ada perubahan dengannya. Kami bertengkar. Saat membawa motor dalam keadaan emosi aku menabrak sebuah mobil. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, yang pasti saat terbangun aku sudah berada dirumah sakit dengan kondisi beberapa luka ditubuh dan wajahku. Danil berada disampingku. Dia meminta maaf dan aku memaafkannya. 

Setelah itu dia dan temannya mengantarku pulang. Seminggu setelah kejadian itu dia sulit dihubungi. Bahkan untuk bertanya tentang kabarku pun tidak.

Tidak ada kata putus. Tapi dia membawa perempuan lain sebagai pacar. Dunia serasa mau runtuh. Aku pulang dalam keadaan perasaan yang kacau. Orang yang mati-matian aku bela malah berbalik dan meludahi wajahku. Yang teringat olehku adalah wajah papa. Wajah orang yang begitu menyayangiku tanpa syarat. Wajah orang yang telah aku lukai.

Setibanya dirumah, aku mencari papa. Dia sedang diruang tamu mengerjakan pekerjaannya. Aku berlutut dan meminta ampun. Aku betul-betul tidak mampu menahan tangisku. Papa terkejut dan memelukku. Dia begitu panik menanyakan apa yang terjadi.

"Papa benar... Dia bukan orang baik. Dia jahat.. dia jahaatt.. Maafin kaka pa.. kaka rela ngelakuin apa ajah asal papa mau maafin kaka.." aku meminta maaf kepada papa disela-sela tangisku.

Papa mengusap dan mencium kepalaku. "Sudah..sudah.. mandi sana. Terus makan. Abis itu istirahat. Kamu cuma perlu berdoa dan tidur.. semua pasti baik-baik ajah. Percaya sama papa.."
Aku mengangguk dan melakukan semua yang papa perintahkan.

Paginya ketika aku bangun dan mencari papa. Papa tidak ada. Mama bilang, Penerbangan pertama tadi papa berangkat kekalimantan. Papa memang jarang ada dirumah.

Papa menitip pesan pada mama agar aku rajin makan dan minum vitaminku. Papa tidak ingin sepulangnya dia dari tugas melihat aku sakit. Dua minggu berlalu akhirnya papa kembali. Tanpa membuang-buang waktu, malamnya aku memutuskan untuk membahas masalah kami. Masih kikuk rasanya. Tapi tetap saja ku coba menghampiri dia yang sedang duduk diteras.

"Pa.. apakabar? Ga bawa oleh-oleh buat aku?" aku mencoba membuka pembicaraan setelah hampir setengah jam kami saling diam.

"Ada. Tanya sama mama sana." Papa menjawab sambil tetap membaca bukunya.
Hatiku teriris rasanya melihat respon papa yang begitu dingin. Tapi aku tidak mau menyerah. Aku terus berusaha menanyakan apapun yang ingin aku tanyakan. Tapi respon papa tetap dingin. Sampai aku bertanya sesuatu yang membuat papa menatapku cukup lama.

"Pa.. kenapa sih papa selalu ngelarang aku ngelakuin apa yang aku suka? ngelarang aku pacaran sama danil. Emangnya kenapa sih pa? Papa pernah ketemu sama dia lagi jalan sama cewe lain?" Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran.

Papa menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan.

"Sampai kapanpun kamu tetap jadi gadis kecil papa. Ga akan berubah. Suatu hari nanti akan datang laki-laki yang akan mengambil kamu dan membawa kamu untuk menjalani sebagian besar hidup kamu bareng dia. Papa membesarkan kamu dengan segala yang papa punya. Waktu, perasaan, kasih sayang, harga diri. Pokoknya semualah. Jadi papa harus pastikan gadis kecil papa, papa serahkan ketangan pria yang tepat... Kamu ga akan tau seperti apa sakitnya hati menahan perasaan khawatir terhadap anak sampai kamu sendiri yang menjadi orang tua.."

Aku merasa tertampar mendengar ucapan papa. Butiran airmata jatuh membasahi pipiku. Papa mungkin tidak menangis. Tapi aku dapat melihat. Airmata menggenang dikedua matanya yang sayu dan lelah.

Aku memeluknya..
"Aku sayang papa.. maafin aku.." aku tidak dapat melanjutkan kata-kataku. Isak tangisku membuat dadaku terasa sesak.

Papa mengusap dan mencium lembut kepalaku.
"Papa udah maafin sebelum kamu minta. Jangan diulangi yah.. sakit banget ngeliat kamu bentak dan melototin papa kaya gitu." Ucap papa lirih. Aku mengangguk pasti.

"Mulai sekarang.. siapapun orangnya. Dia harus dapet ijin papa dulu baru aku pertahanin.." Aku berucap sambil tersenyum pada papa. Papa memegang kedua pipiku. "Jangan nangis lagi dong sayang papa.." aku tersenyum dan kembali memeluknya.

Sekalipun keadaan kami sudah kembali seperti sediakala. Aku tetap selalu merasa bersalah. Melihat dia semakin menua dan terkadang sakit menghinggapi tubuhnya itu merupakan hal menyakitkan. Seandainya waktu bisa diputar ulang. Aku tidak mau menyakitinya. Tapi itu tidak mungkin. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah melakukan yang terbaik untuknya.

Pa.. aku sayang papa.. Tetap sehat yah..
Ada rindu yang luar biasa disini untukmu..



7 comments:

  1. Tak satu katapun pantas buat berkomentar.... ak hanya ikut terhanyut dalam kisah gadis kecil dan papa nya yg sangat menyayanginya. Dan hanya doa buatmu yg terbaik buat anak yg sayang papa nya. So sweet moment.

    ReplyDelete
  2. Luar biasa, cerita.a menyentuh hati. :')

    ReplyDelete
  3. sedih bgt mon baca ceritanya huuhu,,wlwpun udah dewasa ttp ia jadi gadis kecil papa yg slalu bwt dya khawatir setiap saat...karena papa slalu sayang dirimu mon.ceritanya bikin inspirasi bgt

    ReplyDelete
  4. mau bilang apayahhh... momon.. thanks for the story,

    ReplyDelete