Tuesday, May 12, 2015

Kenapa harus berdua bila sendiri saja aku sanggup bahagia?

Beberapa waktu lalu seorang teman bertanya padaku tentang pendamping. "Udah lama lo sendiri, gak bosen?" Aku hanya tersenyum dan diapun mengulang pertanyaannya dengan kata-kata lain "Dari luar sih keliatannya bahagia, tapi apa beneran bahagia? Gak bosen sendiri. Mau sampai kapan sendiri? Umur udah gak muda lagi. Mau nyari yang kaya gimana sih?" Kali ini aku tertawa kecil. "Gue bahagia." Ucapku mantab. Dia mengernyitkan dahinya bingung. "Bisa jelasin letak bahagianya dimana?" Kali ini aku tersenyum penuh arti mendengar pertanyaannya.  "Lu bisa temuin jawabannya di blog gue." ucapku sambil tersenyum mengejek. Dia menggerutu kesal. 

Aku lupa sudah berapa banyak orang yang bertanya padaku tentang ini. Entah kesepakatan darimana atau siapa yang membuat kesepakatan bahwa wanita diusiaku "harus" sudah memiliki pasangan. Seingatku setiap kali aku bersepakat untuk menjalin sebuah hubungan sejak saat itu pula hidupku seperti bukan lagi milikku.



Kalau ditanya apa aku bahagia dengan keadaanku yang sekarang. Ya! Aku bahagia. Kalau sendiri saja aku bisa bahagia kenapa aku harus memilih membaginya pada yang datang bukan dengan jaminan membahagiakan? Aku masih ingat betul bagaimana rasanya menahan rindu, cemburu, curiga, menagis saat pertengkaran kami lewati, waktu berkumpul dengan sahabat yang berkurang, perasaan diabaikan, diduakan oleh game hobi ambisi dan sejenisnya, larangan untuk tidak boleh pulang malam, larangan untuk menerima ajakan lawan jenis pulang bersama padahal pekerjaanku sebelumnya selalu memaksaku untuk meninggalkan kantor larut malam. Aku masih hafal betul rasanya seperti apa.

Dan kini aku sudah dapatkan semua yang tertahan. Aku bebas bertemu dengan sahabat-sahabatku yang dulu sempat menjaga jarak dariku. Tak jarang dulu mereka selalu bilang. "Lu berubah!" Jujur aku menderita mendengar ungkapan itu. Kini aku selalu punya waktu untuk mereka. Aku punya waktu untuk hobiku. Aku bisa terlambat pulang tanpa harus takut dua hari kedepan perasaanku akan penuh rasa tersiksa karena dia yang kusayang memilih diam tanpa sapaan.

Aku bahagia. Sangat bahagia. Aku bisa menerima ajakan untuk menghabiskan weekend dengan siapapun tanpa aku perlu pamit pada siapapun. Tanpa perlu menjaga perasaan siapapun. Terkadang dia bahkan menerorku melebihi kedua orang tuaku. Aku bebas merancang masa depanku tanpa terbatas oleh waktu. Saat perempuan lain sibuk menggantungkan kebahagiaan mereka pada orang lain, aku sibuk memperbaiki diri, mencari tahu apa yang aku mau dan aku butuhkan, membetuk diri menjadi pribadi yang independent. Menyusun kebahagiaan dan masa depanku dengan mantab. 

Bukankah seharusnya seseorang menjalin hubungan bukan hanya karena sedang sendiri atau merasa sendiri tapi karena sudah menemukan yang tepat dan sudah merasa siap? Bagiku lebih baik sendiri, daripada harus berdua tapi dengan orang yang salah yang pada akhirnya hanya membuat luka menganga dihatiku. Aku percaya aku hidup untuk bahagia. Dalam hidupku akulah pemeran utamanya. Lantas kenapa pemeran pendamping yang mengisi sebagian perjalan hidupku harus datang dan mengacak-acak semuanya? 



Aku yakin, Tuhan penulis skenario terbaik dan aku pemeran terbaik dalam film hidupku. Tidak ada seorangpun yang mampu memerankan apa yang aku perankan sebaik aku.

Saat ini aku berusaha memperbaiki semua yang pernah runtuh. Kepercayaan diri, kebebasan, menambah jumlah sahabat, kebebasan memilih apapun, hobi, pelayanan, karir, keluarga, teman dekat, masa depan, semua hal yang dulu waktuku terbatas bagi mereka. Aku sangat menikmati hidupku sekarang. Tapi jangan khawatir, aku juga mempersiapkan diri untuk bisa jadi istri dan ibu yang baik nantinya. Agar kelak dia yang telah Tuhan tetapkan untuk menjadi bagian dalam hidupku sampai akhir pejalananku nanti tidak akan kecewa. Sehingga nanti aku bukan menjadi wanita manja yang hanya bisa menyandarkan kepala dipundaknya. Tetapi menggenggam tangannya. Mengisi setiap celah jarinya yang kosong dengan jemariku yang mampu menguatkannya. Dan kupastikan, Aku siap berjuang bersamanya!

Bila waktunya tiba aku akan menikah dengan kesiapan diri yang cukup menguntungkan bagi keluarga kami nantinya. Mama pernah bilang "Menikahlah karena sudah siap bukan karena tuntutan kanan dan kirimu. Menikah gak segampang pacaran. Karena kalo pacaran cinta ajah cukup. sementara menikah? ada komitmen, tanggung jawab, kemapanan dalam mental dan finansial, mengalah, tetap mendoakan walau hati menyimpan amarah karena bukan cuma kamu yang memerlukan suamimu nantinya tapi anak-anakmu juga, Berdoa untuknya berarti berdoa bagimu dan keluargamu."

Aku benar-benar berusaha mempersiapkan diriku dengan matang. Karena aku yakin Tuhan selalu menyandingkan kita dengan yang sepadan. Tidak lebih buruk atau baik darimu tapi sepadan. Lakukan yang terbaik persiapkan diri dengan baik, agar Tuhan tidak ragu memberikan yang terbaik.










No comments:

Post a Comment